Pertempuran Surabaya merupakan
peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda.
Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya , Jawa Timur.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia
dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional
Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia
terhadap kolonialisme.
Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang
menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus
melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan
diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi
tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap
sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak
badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu
itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk
sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata
yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan
pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi
kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai
melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke
gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000
infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota
Surabaya dengan
meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota , dengan bantuan yang
aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan
ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik
meninggal maupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa
perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh
masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat
terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga
perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan
ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri
mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu
masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan
taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari
hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada
awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin
teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum
seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak
Inggris.
Setidaknya 6,000 – 16,000 pejuang dari pihak
0 komentar:
Posting Komentar